Zuhud merupakan sikap mental melepaskan diri dari ketergantungan terhadap berbagai kebutuhan duniawi, lebih mementingkan kehidupan akhirat. Para sufi dalam prakteknya banyak yang hidup yang sederhana, bahkan sangat sederhana sehingga terkesan miskin.
Tetapi miskin dengan terkesan miskin adalah dua hal yang jauh berbeda. Para kaum zuhud memang menjauhkan diri berlebihan dalam kehidupan sehari-hari secara sadar, tidak ada keterpaksaan, tidak merasa kekurangan, tidak bersedih hati dengan segala kekurangan yang ada, bahkan merasa sudah berkecukupan dengan semua yang dimilikinya. Mereka bahkan cenderung tidak peduli pandangan orang terhadap kehidupan dunia mereka yang menurut orang biasa berada dalam kemiskinan.
Berbeda dengan orang yang miskin dan merasa miskin. Mereka merasa segala kekurangan yang ada pada dirinya , merupakan suatu kemiskinan, kesusahan, kurangnya kehidupan yang layak bagi diri mereka dan mereka bersedih hati. Mereka inilah yang sebenar-benarnya miskin. Miskin harta dan miskin hati.
Orang-orang miskin inilah yang menjadi perhatian kaum muslimin, karena segala kekurangan dan perasaan kurang mereka inilah yang bisa menyebabkan mereka jatuh kepada kekafiran.
Mereka harus dibantu sampai dibatas mereka dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup mereka berupa sandang, pangan dan papan. Karena mereka merupakan kaum yang lemah imannya.
Tetapi apa yang tampak bukan berarti itulah yang terjadi. Artinya ketika kita melihat orang yang menurut kita miskin, belum tentu dia merasa miskin dan merasa butuh dibantu. Sehingga ketika hendak membantu mereka, kita harus meminta kerelaan mereka dulu untuk menerima bantuan, baik itu sedekah ataupun zakat.
Jadi dalam pengertian zuhud yang sebenarnya, tidak setiap orang zuhud itu selalu dalam keadaan tampak miskin, bahkan orang kaya pun bisa juga merupakan orang yang zuhud. Karena rizki seseorang, Allah yang mengaturnya. Jika Allah sudah membukakan pintu rizki, tak ada seorang pun didunia yang mampu menutupnya. Dan jika Allah sudah membukanya, tak ada seorangpun yang akan mampu membukanya.
Demikianlah sunatullah itu tidak memiliki pertentangan satu sama lain.
Wallahu A'lam Bishawab
0 komentar:
Post a Comment