Sunday, March 20, 2022

Hakekat Ketuhanan Dalam Pandangan Mata

Ketidakmampuan manusia melihat Tuhannya, menyebabkan manusia cenderung mengira-ira bentuk Tuhan sesuai kemampuan pikiran dan imajinasinya.

Imanjinasi manusia tentunya sesuai dengan kemampuan berpikir, ilmu dan apa yang tampak oleh matanya.

Sehingga banyak terbentuk agama dan kepercayaan yang mengejawantahkan keberadaan Tuhan dengan bentuk-bentuk tertentu, baik benda mati, tumbuhan, binatang, maupun manusia.

Tuhan digambarkan sebagai dzat yang memiliki kekuatan untuk menciptakan atau mengendalikan. Bahkan karena besarnya dunia ini dan alam seisinya, mereka membagi-bagi Tuhan sesuai urusannya. Munculah dewa-dewa dengan tugas yang berbeda-beda. Bukan sebagai malaikat seperti yang agama samawi maksudkan, tetapi menjadi Tuhan yang sesungguhnya dengan wewenang yang berbeda-beda.

Ada pula yang menyembah batu-batu besar, matahari, gunung, api. Ada juga yang menyembah pohon-pohon besar. Sebagian lagi menyembah sapi, atau hewan-hewan tertentu. Bahkan ada yang menuhankan manusia.

Bahkan umat Islam pun sering terjebak mengambarkan Tuhan dengan definisi seperti manusia. Seperti halnya keadaan Allah bersemayang di atas Arsy. Ada ulama yang menggambarkan duduk Allah di Arsy seperti manusia duduk.

Kalo kita memahami hakekat ketuhanan, maka kita akan menyadari satu hal, bahwa Allah tidak bisa sepenuhnya disifati seperti makhluk.

Sifat Mustahil bagi Allah adalah menjadi makhluk. Ini hukum mutlak dalam Islam yang sering dilupakan oleh Umat Islam maupun umat lain.

Kategori makhluk bukan sekedar yang tampak oleh mata, tetapi juga yang tidak tampak oleh mata.

Bahkan ruang dan waktu pun ciptaan Allah.

Untuk yang satu ini Albert Einstein sepaham dengan Islam, bahwa waktu itu diskret atau tertentu. Itu makanya muncul hukum relativitas. Dalam Quran, disebutkan pada satu hari sama seribu Tahun dalam hitungan manusia. Di ayat lain dberikan satu hari berbeda waktu dalam hitungan manusia.

Allah tidak konsisten ? Bukan. Manusia yang belum memahami.

Gambaran nyata pertama, 1 hari di bumi berdasarkan rotasi bumi adalah 24 jam. Tapi satu hari di Jupiter berdasarkan rotasi jupiter adalah 9 jam 55 menit.

Gambaran kedua, ketika waktu itu adalah makhluk, maka terserah Allah untuk mengaturnya, sehari itu sama dengan 1000 tahun ataukah sehari sama dengan 24 jam. 

Konsep ruang pun demikian, jauh dan dekat pun terserah Allah bagaimana mengaturnya, menciptakan atau memusnahkannya. Dengan demikian kekekalan waktu pun terserah Allah mengaturnya. Makhluk yang hidup kekal artinya dia terjebak dalam ruang dan waktu selama-lamanya. Jika dunia ini kembali kemasa penghancuran dan penciptaan, demikianlah makhluk yang terjebak di dalamnya ikut merasakannnya, selama-lamanya. 

Karena Allah tidak mungkin menjadi makhluk, maka jelaslah bahwa Tuhan sejati, tidak akan muncul di dunia. Karena semua yang terlihat di dunia ini, terikat oleh ruang dan waktu. Semua yang terikat oleh ruang dan waktu, pastilah makhluk. Hal yang tidak mungkin bagi Allah.

Pernah Nabi Musa itu memohon kepada Allah untuk bisa melihat-Nya. Allah berkata, jika bukit Thursina di depanmu setelah ini tetap utuh berdiri, maka kamu bisa melihat-Ku.

Beberapa saat kemudian terjadi ledakan dahsyat, seluruh makhluk di bukit tersebut mati, pohon-pohon terbakar hebat.

Musa pun bersujud, menjadi sadar sesadar-sadarnya, bahwa tidak ada yang mampu menampung zat Allah di alam ini selain akan mengalami kemusnahan.

Padahal yang ditampilkan Allah dibukit Thursina bukanlah zat-Nya, melainkan energi alam yg sangat besar. Yang itupun bukan apa-apa dibandingkan keagungan Zat Allah yang sesungguhnya.

Bahasa yang paling tepat, ketika Allah ada, yang lain menjadi tidak ada. Allah tidak mungkin menjadi makhluk, sehingga tidak mungkin ada di ruang dan waktu dunia ini.

Allah ada di luar jangkauan manusia, baik tangan, mata, akal, pikiran maupun hati manusia.

Allah lah yang memperkenalkan diri-Nya pada manusia, bukan sebaliknya.


Wallahu alam bishawab.




Hakekat Ketuhanan Dalam Pandangan Mata Rating: 4.5 Diposkan Oleh: Kabhumian

0 komentar:

Post a Comment