Wednesday, June 17, 2020

Penerapan IMO 2020 dan Kesiapan Indonesia




Sejak awal Januari 2020, Sesuai mandatori International Maritime Organization (IMO), bahan bakar untuk kapal maksimal hanya mengandung sulfur maksimal 0,5 persen mass by mass (m/m).

Hal ini tentunya harus didukung dengan kesiapan Kilang pengolah minyak mentah yang ada di Indonesia. 

Untuk memenuhi optimum capacity kilang, crude yang diperlukan tidak cukup dari dalam negeri, tapi juga dari luar negeri. Sebagian besar crude impor merupakan sour crude dengan kandungan sulfur yang tinggi. 

Sementara kilang Pertamina dirancang untuk mengolah sweet crude, yaitu crude yang memiliki kandungan sulfur lebih rendah. Desain awal kilang minyak Indonesia atau Pertamina dibangun berdasarkan rata-rata jenis minyak yang ada di perut bumi Indonesia. 

Kilang minyak Indonesia ada yang dibangun pada masa kolonial Belanda yaitu pada 1992 atau 1935. Saat itu, Indonesia banyak memproduksi minyak dengan jenis sweet crude dengan kadar sulfur (belerang) di bawah 1%.

Kilang yang ada jika dipaksakan mengolah minyak sour akan bahaya, berkarat semua. Bisa bocor di mana-mana, bahkan bisa meledak. 

Agar kilang minyak makin fleksibel dan bisa memproduksi minyak yang sulfurnya tinggi, saat ini Pertamina sedang mengerjakan program Refinery Development Masterplan Program (RDMP). RDMP diproyeksikan akan mendongkrak kapasitas pengolahan minyak mentah dari posisi saat ini sekitar 820.000 barel/hari (bph) menjadi 1,68 juta bph atau dua kali lipat.

Problem lain yang muncul adalah, tidak semua lapangan migas di Indonesia menghasilkan minyak dengan kadar sulfur rendah. Ini tentunya sangat berpengaruh pada bisnis hulu minyak. Terutama lapangan marginal yang memiliki hasil tidak terlalu besar. 

Pertamina tidak bisa membeli minyak tersebut, karena tidak bisa mengolah minyak mentah dengan kadar sulfur tinggi. Tetapi untuk mengekspornya tentu menjadi tidak ekonomis karena jumlahnya yang tidak banyak.

Memang bisa diakali dengan penimbunan minyak di Main Oil Storage dalam waktu yang lama, akan tetapi lapangan marginal pasti akan mengalami kesulitas cash flow, jika harus menahan lifting hingga 1 tahun lamanya.

Kontrak sistem gross split menjadi masalah bagi kontraktor, karena bagian kontraktor harus menjual sendiri bagiannya, sementara bagian negara akan dibantu oleh Pertamina dengan sistem G to G.

Diharapkan RDMP bisa segera terwujud untuk mengatasi kendala pengolahan minyak mentah Indonesia dengan kadar sulfur tinggi.





Penerapan IMO 2020 dan Kesiapan Indonesia Rating: 4.5 Diposkan Oleh: Kabhumian

0 komentar:

Post a Comment