Pengikut ke 'Aku' an Tuhan, atau biasa juga menyebut alirannya terkait dengan manunggaling kawulo gusti, penyatuan Allah dengan hambanya, sering terjebak dengan fenomena halu yang sebenarnya belum mereka capai tahap tingkatannya.
Dalam Islam kita akan mengenal pencapaian kekasyafan dari mulai syariat, hakekat kemudian makrifat. Semakin tinggi tingkatannya, semakin halus capaiannya. Tingkat berikutnya tidak terdeteksi oleh tingkat sebelumnya.
Mengetahui dan mengalami tentunya berbeda, lebih berbeda lagi dengan pengalaman yang diikuti pengetahuan atau ilmu. Banyak orang yang diberitahu oleh gurunya, tetapi belum mencapai tahap yang dimaksud, sehingga sering menjadi harapan dalam diri dan berusaha mencapainya. Tetapi pencapaian itu kuasa Ilahi, belum tentu yang bersangkutan mencapai tahap tersebut. Ini seringkali menjadikan manusia sampai pada tahap halusinasi atau berkhayal tentang kondisi yang dirasakan atau dialami ketika mencapai tahap tersebut.
Tidak jarang antara tingkah laku dan kenyataan pencapaian tidak seiring. Ada santri yang merasa telah mencapai tahap makrifat, sehingga meninggalkan sholat nya badan. Yang bersangkutan merasa bahwa tahap tersebut sholatnya badan tidak perlu lagi dilakukan.
Makrifat adalah proses dimana antara dirinya dengan Allah tidak lagi ada hijab, tidak lagi ada penghalang dunia. Ruang dan waktu tidak lagi eksis. Pada tahap ini orang tersebut bahkan merasa tidak memiliki badan seperti badan dunia. Maka adakah kewajiban bagi badan dunianya untuk sholat ? Tentu tidak. Salah satu syarat sahnya sholat badan adalah sadar. Orang sadar artinya tidak gila, dan menyadari sepenuhnya keberadaan dirinya didunia.
Banyak orang yang mencari jalan hakekat - makrifat merasa sudah mencapai tahap tersebut, padahal masih merasakan kakinya menyentuh tanah, masih merasakan hirupan nafas.
Jika masih merasakan - sholatlah - sebagaimana manusia umum sholat.
Rasul, Nabi, waliyullah, dan alim ulama, semua masih melakukan sholat sebagai manusia yang sadar akan keberdaannya di dunia.
0 komentar:
Post a Comment